Belajar Ketahanan Pangan bersama Yayasan KEHATI


Pada pertemuan keempat Kelas Belajar Lingkungan (KBL) yang diadakan pada tanggal 15 November 2020 ini, mengangkat tema "Ketahanan Pangan: Keragaman Pangan Nusantara Sumber Kedaulatan Pangan Nasional" dimana pematerinya adalah Bu Puji Sumedi, yang merupakan Manager Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI, dan Kak Nadia Putri, yang merupakan Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI. KEHATI sendiri merupakan lembaga nirlaba nasional yang mengemban amanat untuk menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana hibah bagi pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan. KEHATI bergerak di 3 ekosistem, antara lain petanian, kelautan,dan kehutanan. 

KBL kali ini dipandu oleh Yosefin sebagai MC dan Kak Aisyah sebagai moderator.

Materi yang pertama disampaikan oleh Bu Puji, yang dimulai dengan definisi dari ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan berarti bahwa suatu negara hanya berupaya untuk mencukupi ketersediaan pangan negaranya, dimana sumbernya dapat berasal dari manapun, baik impor maupun tidak. 

Sedangkan kedaulatan pangan berarti suatu negara dan bangsa berdaulat dalam mengurus pangan negaranya, dalam arti negara secara mandiri mengurus sumber pangan, tata kelola, dan juga sistem pangannya.

Indonesia merupakan negara dengan keragaman ekosistem dan keragaman sumber pangan yang tinggi. Berdasarkan data LIPI, tercatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 5.529 sumber daya hayati tanaman pangan. Dan berdasarkan data BKP, tercatat ada 100 jenis sumber karbohidrat, 100 kacang-kacangan, 250 sayuran, 450 buah-buahan di Indonesia. Serta, Indonesia juga memiliki sistem pangan, kearifan lokal, dan lestari yang beragam. 

Namun, yang menjadi permasalahan Indonesia saat ini adalah ketergantungan pada sumber pangan tertentu, contohnya seperti beras sebagai sumber karbohidrat, yang diiringi dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat.

Impor sumber pangan Indonesia sangatlah tinggi, padahal sumber pangan lokal Indonesia sangat melimpah. Sehingga saat ini, sumber pangan mulai susah dibedakan mana yang impor dan mana yang lokal. Salah satu sumber pangan impor adalah gandum, dimana volume impornya merupakan yang tertinggi karena gandum di Indonesia 100% impor. Impor beras juga masih tinggi, karena dominasi konsumsi pangan Indonesia adalah beras, padahal sumber karbohidrat lokal lainnya sangatlah banyak. 5 tahun lalu, sumber asupan penduduk Indonesia per tahun sebesar 130 kg per orang, sementara negara-negara lain hanya 90 kg per orangnya. 

Salah satu penyebabnya adalah ketergantungan konsumsi beras sebagai sumber pangan utama. Orang Indonesia sudah terbiasa dengan budaya "apabila tidak makan nasi, berarti belum makan", meskipun sebelumnya sudah makan makanan yang lain. Sebenarnya, konsumsi beras memberikan rasa kenyang tidak tahan lama dibandingkan sumber karbohidrat lokal lainnya. Hal inilah yang menyebabkan konsumsi pangan masyarakat Indonesia tinggi, sehingga berpengaruh pada kesehatan, salah satunya angka penderita diabetes di Indonesia yang tinggi.

Keragaman di Indonesia tinggi, kondisi gizi kesehatannyapun juga beragam.  Kasus kerawanan pangan atau gizi buruk banyak terjadi, namun kasus obesitas juga banyak. Hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi. Indonesia termasuk negara dengan kasus gizi buruk yang tinggi, terutama di daerah Indonesia timur. Kasus kerawanan pangan atau gizi buruk banyak terjadi, penyebabnya adalah masyarakat lupa bahwa sumber pangan karbohidrat tidak hanya beras. 

Padahal banyak sumber karbohidrat lokal lainnya yang melimpah contohnya seperti sagu, talas, jagung lokal, sorgum, pisang, umbi-umbian, dll., dan diantaranya memiliki kandungan gizi setara dengan nasi atau beras, seperti sorgum. Sumber pangan ini seharusnya disesuaikan ketersediaannya dengan daerah masing-masing, sehingga sumber pangan setiap daerah tidak disamaratakan menjadi beras. Karena ketergantungan Indonesia terhadap jenis sumber pangan tertentu dan impor saat ini, maka ketahanan dan kedaulatan pangan perlu dikuatkan.

Upaya mempercepat penganekaragaman pangan lokal perlu dilakukan, yaitu dengan mendorong untuk kembali memanfaatkan atau melestarikan sumber pangan lokal yang selama ini terabaikan. Hal ini tercantum dalam:

  •          RJPMN, terkait mendorong diversifikasi pangan
  •          Undang-Undang no.18 tahun 2012
  •          Peraturan Presiden no.22 tahun 2009
  •          Peraturan Menteri Pertanian no.43 tahun 2009
  •          PP 17 tahun 2015
  •          Peraturan tentang Panduan Pelaksanaan Penganeka ragaman pangan lokal

Sebelumnya, KEHATI pernah bergerak dalam upaya menyelesaikan permasalahan gizi buruk di NTT dan Flores. Daerah Indonesia timur termasuk NTT dan Flores, sangat kaya akan keanekaragaman pangan lokal, mulai dari umbi-umbian, pisang, jagung, dll. Namun ironisnya, daerah Indonesia timur merupakan daerah yang paling banyak mengalami kerawanan pangan. 

Hal ini dikarenakan penduduknya hanya bergantung dengan 1 jenis pangan, yang mana jenis pangan tersebut tidak bisa diakomodasi oleh kondisi alam lokal NTT dan Flores yang kering. Di daerah kering seperti NTB, NTT, Flores, maupun daerah timur lainnya, sorgum lebih bisa tumbuh drngan baik daripada beras. Sehingga KEHATI melakukan upaya revitalisasi sorgum dalam rangka memperkuat dan mendaulatkan ketahanan pangan lokal di Pulau Flores dan NTT. Tahapan pelestarian dan pemanfaatan sorgum berbasis masyarakat, antara lain:

  1.         Fase inisiasi
  2.          Fase pertumbuhan
  3.          Fase pengembangan
  4.          Fase kemandirian

Selanjutnya di materi kedua, Kak Nadia mengajak anak muda untuk melakukan hal-hal yang dapat dilakukan dan diberikan dalam upaya memperkuat ketahanan pangan. Sebagai anak muda, yang merupakan konsumen, anak muda punya peran penting dalam memilih jenis makanan yang dimakan. Meskipun butuh waktu yang panjang untuk lepas dari ketergantungan terhadap jenis pangan tertentu, namun hal ini harus dilakukan sedikit demi sedikit. 

Anak muda harus bisa membuat solusi yang create lasting solution, seperti diet bahan pangan tertentu atau mengubah pola makan, yang mana nantinya dampak dari diet atau pola makan yang kita lakukan tidak berdampak buruk dan bahkan bisa mengurangi perubahan iklim atau environmental degradation.

Alasan mengapa anak muda mempunyai peran yang penting adalah karena anak muda punya banyak ide, punya kemampuan untuk follow up dengan tren, dan punya semangat untuk mencoba hal-hal baru. Upaya yang dapat dilakukan pada kasus ketahanan pangan ini misalnya dengan mengurangi asupan yang berbahan terigu atau beras dengan sumber pangan lokal lainnya. 

Jangan berpatokan dari sisi karbohidrat saja, namun juga dari sumber gizi yang lain, seperti sayuran, dan masih banyak sumber lainnya yang bisa dieksplor. Hal ini dilakukan dengan perlahan yang penting konsisten agar dapat menjadi kebiasaan. Selain itu juga bisa dengan bergabung komunitas bidang pangan atau biodiversity, atau juga dapat belajar dari older generation yang sudah punya pengalaman sehingga dapat menambah pengetahuan. Setelah bisa mengedukasi diri sendiri, kita akan dapat mengedukasi orang lain dengan ilmu yang kita punya.

----

Catatan ini dibuat oleh :

Alvin Annayya Habibah atau biasa disapa Alvin bisa juga Nayya, adalah seorang anak muda yang memiliki ketertarikan di bidang seni, utamanya di bidang tarik suara. Saat ini, Ia menempuh studi jurusan Kimia di Universitas Negeri Malang semester 3. Ia bergabung dalam Teens Go Green sebagai volunteer di Batch 2 pada tahun 2020.

Posting Komentar

0 Komentar