Belajar Isu Sampah dengan Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)

Belajar Isu Sampah dengan Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)

Pada pertemuan keenam Kelas Belajar Lingkungan (KBL),yang diadakan pada tanggal 29 November 2020 kemarin mengangkat tema "Isu Sampah Bersama YPBB" , yang mana pematerinya adalah Kak Anilawati Nurwakhidin dari Divisi Kampanye Zero Waste YPBB. YPBB adalah singkatan dari Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi yang merupakan organisasi nonprofit profesional yang berbasis di Bandung yang konsisten dalam mempromosikan serta mempraktekkan pola hidup selaras dengan alam, untuk mencapai kualitas hidup yang tinggi dan berkelanjutan. KBL kali ini di pandu oleh Kak Dede sebagai MC dan Kak Wirda sebagai moderator.

Memasuki materi terkait isu sampah, isu ini sudah sering sekali dibahas, namun sampai sekarang masih belum ada progres yang signifikan. Seperti yang kita ketahui, akibat dari masalah sampah antara lain merusak keindahan, menimbulkan bau tak sedap, serta menimbulkan bibit penyakit, seperti yang biasa dikenali sebagai akibat dari sampah adalah diare.

Sebenarnya ada masalah lain yang lebih serius yang diakibatkan oleh sampah. Sampah mengandung racun yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain kanker, cacat pada bayi, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan syaraf (penurunan kecerdasan atau autisme), turunnya daya tahan tubuh, dll.

Contoh racun yang ada dalam sampah:

  • Dioksin, sumber: pvc (pipa, karpet vinyl, koper, bagian-bagian mobil, selang, kaset)
  • Logam berat (merkuri, kadmium, timbal),  sumber: terkandung dalam plastik dan berbagai produk dari logam (misal: batu baterai)

Lalu bagaimanakah kita dapat teracuni oleh sampah?

Racun dalam sampah akan lepas ketika sampah-sampah tersebut terpapar  panas sinar matahari dan kehujanan terus menerus lalu dibakar dan dikubur. Racun tersebut bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara, air, dan makanan. Apabila sampah itu dikubur, racun akan masuk ke dalam tanah, dan kemudian apabila tanah tersebut digunakan untuk menanam tanaman pangan, pangan yang kita makan tersebut akan mengandung racun dari sampah. Maka jenis sampah yang telah disebutkan sebelumnya berbahaya bila dibiarkan berserakan dan tidak diapa apakan (misalnya dibiarkan di TPA), dikubur, dan dibakar.

Mengubur, membakar, dan membuang sampah sembarangan sudah dilarang oleh negara berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008. Namun masih banyak masyarakat yang tidak mematuhi dan tetap melakukan hal-hal tersebut. Maka terbuktilah bahwa kesadaran masyarakat akan isu sampah ini masih rendah.

Dokumentasi KBL 6
Dokumentasi Peserta Kelas Belajar Lingkungan Isu Sampah

Sebenarnya, membuang sampah sama seperti memindahkan masalah. Rumah kita bisa bersih bahkan, kota kita bisa bersih karena dibersihkan dan sampah hanya dipindahkan ke TPA atau di pinggir kota, kemudian sampah dibiarkan terus menerus bertambah di TPA. Hal inilah yang dapat menyebabkan masalah serius lainnya sehingga semakin banyak orang yang terkena akibatnya, seperti terkena kanker, autis, cacat pada bayi, dan juga masalah lingkungan akan semakin kompleks. Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan sampah tidak cukup hanya dengan membuang sampah pada tempatnya.

Membuang sampah = memindahkan sampah = memindahkan masalah

Penyelesaian sampah yang terbaik adalah sampah tidak keluar (dipindahkan) sama sekali dari rumah atau dari kawasan kita, tidak keluar ke perairan, ke daratan, serta tidak dengan dibakar ataupun dikubur. Solusi terbaiknya adalah dengan diurus atau dikelola di rumah sendiri maupun komunitas.

Sampah di rumah kita terdiri dari sekitar 50% bahan organik, 20% bahan non organik yang bisa diolah (dijual, didaur ulang, dll) dan 30% bahan non organik yang tidak bisa diolah. Hal yang bisa kita lakukan dalam mengelola sampah, yang pertama adalah dengan memilah atau memisahkan sampahnya.

  • Sampah organik : Dikompos atau digunakan untuk pakan ternak
  • Non organik yang bisa diolah : Didaur ulang atau jika tidak bisa melakukan sendiri diberikan ke bank sampah dan petugas sampah secara terpilah atau bersih tanpa tercampur sampah organik.

Metode pengolahan sampah ini disesuaikan dengan kondisi rumah kita dan lahan yang tersedia di sekitar rumah. Dalam memilah sampah tersebut, kita dapat memanfaatkan wadah bekas yang ada di rumah.

Di beberapa kota sudah menerapkan program Zero Waste Cities, seperti Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang,  Kabupaten Purwakarta, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gresik. Zero Waste Cities adalah solusi program rangkaian tahapan yang bertujuan untuk membuat sistem pengelolaan sampah yang sistematis, terukur, menyeluruh, dan berkelanjutan. Kegiatannya antara lain pemilahan sampah di kawasan, pengelolaan, dan pemanfaatan semua sampah yang terpilah sehingga mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA. 

Dalam program ini, yang dilakukan warga adalah mengumpulkan dan memilah sampah dalam sebuah wadah (bukan plastik kresek) kemudian diberikan kepada kader atau petugas sampah. Petugas sampah akan menyediakan wadah atau ember yang besar kemudian warga memasukkan sampah yang telah terkumpul dan terpilah ke dalam ember besar tersebut. Sehingga kesadaran warga sangat dibutuhkan agar program ini dapat berjalan dengan baik.

Apabila kita melakukan hal ini, memilah sampah kemudian memanfaatkannya dengan mulai mengompos, lalu mengelola sampah-sampah non organik yang dapat diolah dan memanfaatkannya, maka 70% sampah akan terkelola. Untuk sampah organik yang tidak bisa diolah, solusi untuk menyelesaikannya tidak lain adalah dengan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Hal ini sangat dibutuhkan peran pemerintah untuk mempertegas masalah plastik sekali pakai.

Mengandalkan keberhasilan pengelolaan sampah pada kesadaran masyarakat ternyata BELUM berhasil menurunkan jumlah sampah yang masuk ke TPA di setiap kota. Perlu ada terobosan baru dalam pengelolaan sampah kota. Zero Waste Cities hadir untuk mendorong penerapan sistem pengelolaan sampah dari sistem kumpul angkut buang menjadi desentralisasi dan Zero Waste. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, warga memilah dari rumah, kemudian petugas sampah mengangkut secara terpilah, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan sampah selanjutnya tentu akan lebih mudah.

Tentu saja semuanya tidak mungkin terwujud tanpa "wasit" yang memastikan 5 aspek pengelolaan sampah dapat berjalan dengan baik, yaitu :

  1. Aspek kelembagaan, terkait dengan kader atau petugas sampah sebagai pengurus.
  2. Pembiayaan, yang meliputi pembiayaan petugas sampah dan pengelolaan oleh pemerintah.
  3. Regulasi, terkait proses pengelolaan sampah serta peraturan yang ketat terkait keharusan mengelola sampah.
  4. Peran serta masyarakat.
  5. Operasional, terkait dengan penempatan dan pengelolaan hasil akhirnya, dimana pemerintahlah yang harus memikirkan dan mengurus operasional ini.

Perlu adanya sanksi yang tegas bagi siapa yang tidak menjalankan atau mematuhi progam ini, agar semua warga ikut andil. Pemerintahlah yang diharapkan dapat memegang peranan "wasit" tersebut.

Peranan anak muda yang paling penting dalam isu sampah ini adalah melakukan pengelolaan sampah dengan baik dan punya sudut pandang bahwa yang melakukan hal ini tidak bisa hanya kita saja namun juga orang lain dari berbagai kalangan. Cara lain yang dapat dilakukan sebagai anak muda misalnya turun langsung ke lapangan untuk memantau pengelolaan sampah di lingkungan sekitar dan mengedukasi warga secara rutin untuk meningkatkan kesadaran serta pengetahuan warga, selain itu mereka juga akan ikut melakukan upaya pengelolaan sampah ini.

---

Catatan ini ditulis oleh :

Alvin Annayya Habibah atau biasa disapa Alvin bisa juga Nayya, adalah seorang anak muda yang memiliki ketertarikan di bidang seni, utamanya di bidang tarik suara. Saat ini, Ia menempuh studi jurusan Kimia di Universitas Negeri Malang semester 3. Ia bergabung dalam Teens Go Green sebagai volunteer di Batch 2 pada tahun 2020.

Posting Komentar

0 Komentar